Sambang Desa Pucukan Sidoarjo Bersama Garda Pangan

Juli 22, 2022

Menyadari bahwa selama nikmat bisa dibagi kenapa harus dibiarkan menjadi sia sia, setidaknya begitu yang terpikirkan oleh Mas Deddy selaku founder Garda Pangan saat menyadari kelebihan produksi makanan dari usaha Catering miliknya menjadi masalah. Rasanya sayang jika sesuatu yang bermanfaat hanya berakhir jadi limbah. Berawal dari gerakan mandiri mengumpulkan makanan berlebih dari beberapa outlet makanan di Surabaya kemudian didistribusikan kepada mereka yang membutuhkan, kini Mas Deddy merangkul para relawan untuk turut serta dalam aksi sosial yang beliau inisiasi bersama Garda Pangan. Dengan tagline "Indonesia Bebas Lapar", Garda Pangan tidak hanya sebagai medium penggerak untuk menyalurkan pasokan pangan ke wilayah pra sejahtera, tetapi juga berkontribusi dalam upaya perbaikan lingkungan utamanya terkait  emisi gas lingkungan akibat food waste atau sampah makanan. Fokus pada semangat zero waste utamanya bahan makanan, Garda Pangan memiliki agenda rutin seperti food rescue dan dapur pangan serta kegiatan insidental berupa gleaning dan volunteering trip. Informasi lebih lanjut tentang kegiatan-kegiatan menarik mereka, bisa langsung dipantengin lewat instagram di @gardapangan

Beruntung berkesempatan ikut turun lapang bersama Garda Pangan dan teman teman relawan pada kegiatan Volunteering Trip to Desa Pucukan, Kabupaten Sidoarjo pada Minggu, 17 Juli 2022. Personally, Trip kali ini berbeda dengan trip biasanya, ga cuma karena akhirnya kembali lagi ke masyarakat setelah 5 tahun tidak sambang desa dan melihat fenomena sosial secara langsung, melainkan juga bertemu dengan orang-orang inspiratif ditambah akses menuju desa yang hanya bisa ditempuh menggunakan perahu bikin trip ini makin seru. Dimulai pukul 9 pagi, kami berkumpul di dermaga desa bluru. Kupikir perjalanan kapal ini cukup memakan waktu 15-20 menit, nyatanya butuh waktu hampir 1 jam untuk bisa sampai ke desa tujuan. Sepanjang jalan cukup dibuat heran dengan pemandangan sekitar.


Mana pernah terbayangkan sebelumnya kalau ada desa di tengah bentangan kali Obarabir yang cenderung terisolir dan kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara ideal karena akses jalan yang sulit (hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor, itupun terbatas) sehingga perahu menjadi transportasi utama. Sebagai masyarakat yang biasa tinggal di perkotaan, sayur-sayuran menjadi bahan makanan yang mudah didapat bahkan 'turah-turah' atau berlebih. Ironinya hal tersebut menjadi sulit untuk masyarakat desa pucukan. Jarak tempuh ke pasar tradisional terdekat yang membutuhkan waktu 1,5 jam dan transportasi angkut perahu yang tidak setiap saat ada, adalah faktor penyebabnya. Sungai yang sudah menjadi pemandangan warga hari-hari tidak hanya sumber mata pencaharian, tapi juga kehidupan bagi mereka. 

Melalui pendistribusian bahan makanan pokok  kepada 59 KK di Desa Pucukan dan 6 KK lainnya yang lebih terisolir di desa Bromo, kita juga berkesempatan melakukan dialog tentang keseharian masyarakat di wilayah tersebut. 

Selain keterbatasan transportasi dan jalan yang mempersulit akses mereka terhadap kebutuhan primer sehari-hari, termasuk pangan, ternyata ketersediaan listrik yang memadai juga dikeluhkan masyarakat sekitar. Di desa bromo contohnya, panel surya sebagai sumber listrik pengganti PLN yang diberikan oleh pemerintah tidak berfungsi maksimal. Apalagi kalau curah hujan sedang tinggi. Lampu yang mampu digunakan sebatas lampu LED kecil. "Boro-boro kulkas untuk menyimpan bahan makanan, untuk TV saja kami tidak bisa gunakan. Kalaupun mengusahakan listrik lebih, bisa pakai genset. Tapi itupun bahan bakarnya mahal sekali. Itu juga kenapa kita jadi sulit kalau mau belanja bahan makanan yang mudah busuk". Kesulitan air bersih dan pengolahan sampah tidak kalah pentingnya disampaikan masyarakat agar lebih diperhatikan. "Air bersih disini langka, kita ga berani pakai air kran itu untuk minum. Kalau beli air galon pun mahal sekali bisa 1,5 kali lipat dari harga normalnya". Masyakarat sangat berharap keberadaan mereka lebih digubris oleh pemerintah kabupaten. Terutama untuk pemenuhan kebutuhan primer sehari-hari. Pemantauan kesehatan oleh puskesmas setempat dan menjalankan kembali posyandu bulanan rutin perlu kembali diadakan. Menurut masyarakat sekitar, posyandu sudah hampir tidak pernah lagi diselenggarakan. Padahal anak anak di wilayah ini juga perlu pendampingan terkait tumbuh kembangnya.

Diakhiri dengan lelah tapi berkesan, Terimakasih untuk Garda Pangan beserta internal team dan seluruh volunteer. Trip to desa Pucukan membawa banyak cerita dan keluhan, inilah yang seharusnya menjadi tanggungjawab lanjutan bersama agar pesan yang dibawa pulang lebih dari sekedar memori. Harapannya, kegiatan volunteering trip bersama Garda Pangan ini membawa dampak yang berkelanjutan untuk desa Pucukan. Tidak hanya berhenti pada bahan makanan yang kita didistribusikan, tapi juga menyuarakan banyak kendala yang mereka hadapi dan menginisiasi solusi untuk keberlangsung hidup hari-hari masyarakat desa Pucukan yang lebih baik. 









You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe